Untuk
mencapai lokasi wisata ini
1. Dari
Semarang ( dari arah Kalibanteng, dari arah Sam Poo Kong, dari arah Mijen/Boja
), anda dapat naik angkot warna orange atau bis jurusan gunung pati atau Bus Rapit
Transit ( BRT ) Koridor III , turun di pintu gerbang Kawasan Goa Kreo dan
dilanjutkan dengan Ojek Motor atau berjalan kaki ( apabila ingin menikmati
keindahan alam nya )
2. Dari
Ungaran atau dari Arah Cangikiran, naik bis jurusan semarang via gunung pati,
turun di pintu gerbang Kawasan Goa Kreo dan dilanjutkan dengan Ojek Motor atau
berjalan kaki
Sejarah
Legenda Goa Kreo Konon Legenda Gua Kreo tak terpisahkan dengan legenda asal mula nama Jatingaleh, sebuah kelurahan di lereng Bukit Gombel, Kecamatan Candisari, Kota Semarang. Dikisahkan, dahulu seorang wali yang punya kemampuan lebih, seperti Sunan Kalijaga, dapat berkomunikasi dengan tumbuhan dan binatang. Bahkan, ada pula pohon-pohon yang dipercaya bisa berpindah tempat.
Menurut legenda, kayu jati yang akan digunakan sebagai salah satu saka guru Masjid Agung Demak, adalah potongan kayu dari pohon jati yang berada di lereng Bukit Gombel. Ajaibnya, sewaktu Sunan Kalijaga akan mengambil kayu jati di kawasan tersebut, ternyata pohon jati itu sudah tidak ada.
Sunan Kalijaga kemudian mencari ke mana pohon jati itu berpindah. Dia terus mencari sampai ke hutan yang saat ini dikenal sebagai kawasan Gua Kreo. Sedangkan tempat asal pohon jati itu kemudian diberi nama Jatingaleh (bahasa Jawa) yang artinya ”jati berpindah”.
Akhirnya Sunan Kalijaga menemukan kayu jati yang berpindah itu, tetapi berada di tempat yang sulit untuk diambil. Dia kemudian bersamadi di dekat sebuah gua, hingga datang empat ekor kera, masing-masing berbulu merah, kuning, putih, dan hitam. Kera-kera itu menyampaikan niat baik ingin membantu Sunan Kalijaga mengambil kayu jati yang diinginkan. Sunan Kalijaga menerima bantuan mereka dengan senang hati, akhirnya kayu jati itu berhasil diambil dari tempat yang suliSaat Sunan Kalijaga dan sahabat-sahabatnya hendak membawa kayu jati itu ke Kerajaan Demak untuk dibuat saka guru Masjid Agung Demak, keempat kera itu menyatakan ingin ikut serta. Karena mereka bukan manusia, Sunan Kalijaga keberatan. Namun sebagai balas jasa, kera-kera itu mendapat anugerah kawasan hutan di sekitar gua. Mereka diberi kewenangan ( jawa : ngreho ) yang berarti ”memihara” atau ”menjaga”. Dari kata ngreho itulah nama Gua Kreo berasal, dan sejak itu kera-kera yang menghuni kawasan ini dianggap sebagai pemelihara atau penjaga.
Sampai sekarang, Gua Kreo yang terletak di lereng Bukit Kreo, termasuk objek paling favorit yang didatangi pengunjung. Kedalaman gua mencapai 25 meter dari mulut goa. Sekitar 10 meter di sebelah kanan Gua Kreo, ada lagi sebuah gua bernama Gua Landak.
Gua Landak kedalamannya 30 meter. Tapi gua ini dibuat oleh pengelola Gua Kreo, bukan goa alami.
Jika pengunjung mempunyai keberanian, bisa menjajal memasuki goa ini untuk sekedar merasakan udara khas goa yang dingin dan lembab.
Setelah puas menelusuri goa, pengunjung bisa berjalan ke atas Bukit Kreo. Disana pengunjung dapat menemukan Monumen Batu. Menurut masyarakat sekitar, monumen tersebut dibuat sebagai 'tetenger' atau tanda kalau Sunan Kalijaga pernah menjejakkan kaki di Bukit Kreo.
Sejarah Gunung Pati
Nama
Gunungpati diberikan oleh Kiai Pati, seorang prajurit dari Pati,
yang membuka daerah ini. Gunung merujuk pada topografi wilayah ini, sementara
Pati diambil dari namanya sendiri
Gunungpati
pernah menjadi sebuah kabupaten. Hal itu dapat dibuktikan dari masih adanya dua
pohon asam di tengah Alun-alun, sekitar 50 tahun lalu. Bahkan sampai sekarang,
kita masih bisa menjumpai Kampung Ngabean, Pasar Kliwonan, Jagalan, dan Kauman
di sekitar masjid, serta sebuah penjara bernama Sikrangkreng.
Di
masa revolusi, Gunungpati adalah wilayah setenan dari asisten wedana wilayah
Kawedanan Ungaran. Julukan bagi kepala pemerintahan Gunungpati adalah Pak
Seten. Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1947, wilayah
Gunungpati menjadi bagian integral dari NKRI. Penduduk setempat ikut bergerilya
melawan tentara penjajahan. Mereka membangun dapur umum secara sukarela, di
sebuah rumah dekat makam Kiai Pati.
Status
Gunungpati kemudian berubah dari kawedanan menjadi kecamatan di Kabupaten
Semarang, tetapi pada pertengahan tahun 1980-an diminta
bergabung dengan Kota Semarang
Flora
dan Fauna
Karena
Goa Kreo berlokasi di dataran rendah, untuk mencapai mulut goa pengunjung
diharuskan menuruni anak tangga yang cukup banyak. Dengan membayar tiket masuk
seharga Rp 5 ribu per orang, pengunjung dapat meneruskan perjalanan menuju goa
melalui anak tangga menurun yang lebar-lebar. Disitu pengunjung akan disambut
dengan sekelompok kera atau monyet berbuntut panjang. Sepanjang perjalanan
menuju goa, pengunjung akan diikuti oleh kera-kera yang jinak. Bahkan
pengunjung bisa ikut memberi makan kera-kera tersebut. Asal saat membawa
makanan jangan pakai kantong yang ditenteng karena si monyet akan merebut bawaan
yang kita bawa. Disamping kanan dan kiri anak tangga banyak pepohonan tumbuh
sehingga perjalanan menuju goa akan terasa sejuk.
Goa
Kreo menyuguhkan keindahan gua yang masih alami. Pepohonan, udara sejuk dan
kawanan monyet akan menyambut saat kita memasuki kawasan Goa Kreo. Wisata goa
ini banyak menarik wisatawan domestik. Pengunjung tidak hanya disuguhi
keindahan goa tapi juga hamparan sawah karena sekeliling goa masih terdapat
sawah yang luas
Monyet monyet yang ada di Goa Kreo
ini adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), jenis yang sama
dengan yang ada di Batu Cave, Malaysia. Monyet yang ada di sini termasuk monyet yang cukup jinak, dan bisa bergaul
dengan warga di sekitar Goa Kreo.
Di
kawasan ini terdapat tebing dan jurang terjal yang bisa disaksikan dari mulut
goa. Di bawahnya berkelok-kelok Sungai Kreo. Dari mulut goa perjalanan bisa
dilanjutkan menuju air terjun dengan anak tangga yang berkelok-kelok juga dan
menyempit. Anak tangga menuju ke air terjun sangat terjal. Apabila membawa
seorang anak kecil lebih baik digendong. Air terjun setinggi 25 m tak henti
mengalirkan air yang jernih masuk ke sungai dengan kondisi yang masih alami.
Berbagai bebatuan dengan ukuran kecil hingga besar berserakan di Sunga Kreo
yang mengalir di bawah air terjun.
Acara Tahunan
Setiap tahun
di Goa Kreo diadakan tradisi kirab sesaji Rewanda dan napak tilas Sunan
Kalijaga yang dilaksanakan masyarakat sekitar Goa Kreo. Kirab sesaji hasil bumi
yang disusun menjadi tumpeng buah-buahan untuk makanan kera, tumpeng nasi dan
replika kayu jati tiang Masjid Demak dikirab oleh warga masyarakat menuju
pelataran parkir Goa Kreo. Kemeriahan tradisi ini melibatkan seluruh warga baik
tua maupun muda. Dan tidak hanya menarik wisatawan lokal tetapi juga wisatawan
mancanegara.
Sumber data dan Photo :
ekowisataku.blogspot.com, suaramerdeka.com, visitsemarang.com ,
seputarsemarang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar